
Konflik Nagorno-Karabakh merupakan salah satu persengketaan wilayah paling kompleks di kawasan Kaukasus yang telah berlangsung selama lebih dari tiga dekade. Wilayah yang diperebutkan oleh Armenia dan Azerbaijan ini telah menyebabkan ribuan korban jiwa, krisis pengungsi, dan ketegangan geopolitik yang melibatkan kekuatan regional maupun global. Artikel ini mengupas sejarah konflik, upaya-upaya diplomasi yang telah dilakukan, serta prospek perdamaian di masa depan.
Konteks Historis Konflik Nagorno-Karabakh
Peta wilayah sengketa Nagorno-Karabakh dan area sekitarnya yang dikuasai oleh pihak yang berkonflik
Nagorno-Karabakh adalah wilayah pegunungan seluas sekitar 4.400 kilometer persegi yang secara internasional diakui sebagai bagian dari Azerbaijan. Namun, mayoritas penduduknya adalah etnis Armenia yang memiliki ikatan historis, budaya, dan religius dengan Armenia. Akar konflik ini dapat ditelusuri sejak era Kekaisaran Rusia dan semakin kompleks setelah wilayah ini ditetapkan sebagai daerah otonom di bawah Republik Soviet Azerbaijan pada tahun 1923.
Ketika Uni Soviet mulai goyah pada akhir 1980-an, parlemen daerah Nagorno-Karabakh memilih untuk bergabung dengan Armenia, memicu ketegangan etnis yang berujung pada konflik bersenjata. Setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, konflik meningkat menjadi perang terbuka antara Armenia dan Azerbaijan yang baru merdeka.
Pelajari Lebih Dalam Tentang Wilayah Sengketa
Dapatkan peta interaktif dan analisis geografis lengkap tentang wilayah Nagorno-Karabakh untuk memahami kompleksitas konflik ini.
Kronologi Konflik: Dari Era Soviet Hingga Perang 2020

Timeline konflik Nagorno-Karabakh menunjukkan eskalasi dan upaya perdamaian selama tiga dekade
Fase Awal Konflik (1988-1994)
Konflik Nagorno-Karabakh modern dimulai pada tahun 1988 ketika dewan lokal Nagorno-Karabakh meminta transfer wilayah dari Azerbaijan ke Armenia. Ketegangan etnis meningkat dan berubah menjadi kekerasan sporadis. Setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, konflik berkembang menjadi perang terbuka antara Armenia dan Azerbaijan.
Perang pertama Nagorno-Karabakh (1992-1994) menewaskan sekitar 30.000 orang dan mengakibatkan sekitar satu juta pengungsi. Armenia, dengan dukungan dari etnis Armenia di Nagorno-Karabakh, berhasil menguasai tidak hanya wilayah Nagorno-Karabakh tetapi juga tujuh distrik Azerbaijan di sekitarnya. Gencatan senjata yang dimediasi Rusia pada Mei 1994 mengakhiri pertempuran, tetapi tidak ada perjanjian perdamaian yang ditandatangani.
Periode Gencatan Senjata yang Rapuh (1994-2016)
Selama dua dekade berikutnya, gencatan senjata sering dilanggar dengan baku tembak sporadis di sepanjang “garis kontak”. Upaya mediasi internasional melalui Kelompok Minsk OSCE (dipimpin oleh Rusia, Amerika Serikat, dan Prancis) gagal menghasilkan resolusi permanen. Pada April 2016, pertempuran berskala besar meletus selama empat hari, menewaskan sekitar 200 orang sebelum gencatan senjata baru dinegosiasikan.

Pasukan penjaga perdamaian memantau zona perbatasan setelah gencatan senjata
Perang 44 Hari (2020)
Pada 27 September 2020, pertempuran berskala penuh kembali pecah. Dengan dukungan militer dari Turki, pasukan Azerbaijan berhasil merebut kembali sebagian besar wilayah yang hilang selama perang pertama. Setelah 44 hari pertempuran yang menewaskan ribuan orang, perjanjian gencatan senjata yang dimediasi Rusia ditandatangani pada 9 November 2020. Perjanjian ini mengakui keuntungan teritorial Azerbaijan dan memungkinkan penempatan pasukan penjaga perdamaian Rusia di wilayah tersebut.
“Perang 44 hari pada tahun 2020 secara fundamental mengubah dinamika konflik Nagorno-Karabakh, menciptakan realitas baru di lapangan yang memaksa pendekatan diplomatik baru.”
Dapatkan Timeline Lengkap Konflik
Unduh timeline interaktif yang mendetail tentang perkembangan konflik Nagorno-Karabakh dari tahun 1988 hingga saat ini.
Analisis Upaya Diplomasi dalam Konflik Nagorno-Karabakh
Peran OSCE Minsk Group
Kelompok Minsk Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE) dibentuk pada tahun 1992 untuk memediasi konflik Nagorno-Karabakh. Dipimpin bersama oleh Rusia, Amerika Serikat, dan Prancis, kelompok ini telah menjadi forum utama untuk negosiasi perdamaian selama hampir tiga dekade.

Pertemuan diplomatik OSCE Minsk Group dengan perwakilan Armenia dan Azerbaijan
Prinsip-prinsip dasar yang diusulkan oleh Kelompok Minsk meliputi: pengembalian wilayah di sekitar Nagorno-Karabakh ke Azerbaijan, status interim untuk Nagorno-Karabakh dengan jaminan keamanan, koridor penghubung antara Armenia dan Nagorno-Karabakh, penentuan status akhir Nagorno-Karabakh melalui referendum, hak kembali bagi pengungsi, dan jaminan keamanan internasional.
Meskipun upaya berkelanjutan, Kelompok Minsk gagal mencapai terobosan signifikan. Kritik terhadap kelompok ini termasuk kurangnya mekanisme penegakan, ketidakmampuan untuk mengatasi ketidakpercayaan mendalam antara kedua belah pihak, dan persaingan kepentingan di antara negara-negara mediator.
Inisiatif Turki-Rusia

Presiden Rusia dan Turki dalam pertemuan membahas konflik Nagorno-Karabakh
Perang 2020 menandai pergeseran signifikan dalam dinamika regional, dengan Turki secara terbuka mendukung Azerbaijan, sementara Rusia berusaha mempertahankan pengaruhnya di kedua negara. Perjanjian gencatan senjata November 2020 yang dimediasi Rusia mencerminkan realitas baru ini, dengan Rusia mengerahkan pasukan penjaga perdamaian sementara Turki mendapatkan pengaruh melalui kemenangan Azerbaijan.
Pusat Pemantauan Bersama Rusia-Turki dibentuk untuk mengawasi implementasi gencatan senjata, menandai kolaborasi baru antara kedua kekuatan regional ini. Namun, persaingan kepentingan antara Rusia dan Turki tetap menjadi tantangan bagi stabilitas jangka panjang.
Mediasi Uni Eropa Pasca-2020

Perwakilan Uni Eropa memfasilitasi dialog antara Armenia dan Azerbaijan
Pasca-perang 2020, Uni Eropa telah mengambil peran yang lebih aktif dalam mediasi konflik. Presiden Dewan Eropa Charles Michel telah memfasilitasi beberapa pertemuan trilateral dengan pemimpin Armenia dan Azerbaijan, berfokus pada isu-isu praktis seperti pembatasan perbatasan, pembukaan rute transportasi, dan normalisasi hubungan.
Pendekatan Uni Eropa berfokus pada pembangunan kepercayaan dan kerja sama ekonomi sebagai landasan untuk resolusi politik. Uni Eropa juga menawarkan paket bantuan rekonstruksi untuk wilayah yang terkena dampak konflik, menciptakan insentif ekonomi untuk perdamaian.
“Pendekatan multi-level yang melibatkan diplomasi tingkat tinggi, dialog masyarakat sipil, dan kerja sama ekonomi adalah kunci untuk mencapai perdamaian berkelanjutan di Nagorno-Karabakh.”
Akses Analisis Pakar Hubungan Internasional
Dapatkan wawasan mendalam dari para ahli geopolitik dan hubungan internasional tentang dinamika konflik Nagorno-Karabakh.
Tantangan Utama dalam Upaya Diplomasi
Krisis Pengungsi dan Isu Kemanusiaan

Pengungsi etnis Armenia dari Nagorno-Karabakh tiba di Armenia setelah eksodus September 2023
Konflik Nagorno-Karabakh telah mengakibatkan krisis pengungsi yang signifikan. Pada tahun 1990-an, sekitar 600.000 warga Azerbaijan mengungsi dari Nagorno-Karabakh dan wilayah sekitarnya, sementara sekitar 300.000 etnis Armenia mengungsi dari Azerbaijan. Setelah perang 2020, sekitar 90.000 etnis Armenia mengungsi, dan pada September 2023, hampir seluruh populasi etnis Armenia di Nagorno-Karabakh (sekitar 100.000 orang) mengungsi ke Armenia setelah operasi militer Azerbaijan.
Data PBB menunjukkan bahwa konflik ini telah menyebabkan lebih dari 1 juta orang mengungsi selama tiga dekade. Menurut Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi, kondisi pengungsi dari Nagorno-Karabakh sangat memprihatinkan, dengan kebutuhan mendesak akan tempat tinggal, makanan, dan perawatan medis.
Periode | Pengungsi Azerbaijan | Pengungsi Armenia | Total |
1988-1994 | ~600.000 | ~300.000 | ~900.000 |
Perang 2020 | ~40.000 | ~90.000 | ~130.000 |
September 2023 | Minimal | ~100.000 | ~100.000 |
Tantangan diplomatik utama termasuk memastikan pengembalian yang aman bagi pengungsi, perlindungan hak-hak minoritas, dan rekonstruksi infrastruktur yang hancur. Upaya diplomatik harus mengatasi trauma kolektif dan ketidakpercayaan yang dihasilkan dari pengalaman pengungsian massal.
Klaim Warisan Budaya dan Identitas

Biara Armenia kuno di Nagorno-Karabakh yang menjadi subjek sengketa warisan budaya
Nagorno-Karabakh kaya akan situs warisan budaya yang penting bagi identitas Armenia dan Azerbaijan. Gereja-gereja Armenia kuno, makam Muslim, dan monumen bersejarah lainnya telah menjadi subjek sengketa dan tuduhan perusakan. UNESCO telah menyerukan perlindungan warisan budaya di wilayah tersebut, tetapi akses untuk misi pemantauan internasional tetap menjadi tantangan.
Narasi sejarah yang bertentangan tentang siapa yang “pertama kali” mendiami wilayah tersebut semakin mempersulit negosiasi. Upaya diplomatik harus mengatasi klaim identitas yang saling bertentangan ini sambil memastikan perlindungan warisan budaya semua pihak.
Kepentingan Energi dan Geopolitik Regional

Infrastruktur energi di Kaukasus Selatan yang menjadi faktor penting dalam dinamika konflik
Kaukasus Selatan merupakan koridor energi penting yang menghubungkan sumber daya Laut Kaspia dengan pasar Eropa. Azerbaijan telah menjadi eksportir energi signifikan, dengan pipa minyak dan gas yang melintasi wilayah tersebut. Kepentingan energi ini telah mempengaruhi sikap kekuatan regional dan global terhadap konflik.
Rusia, sebagai kekuatan dominan di kawasan, memiliki kepentingan dalam mempertahankan pengaruhnya di kedua negara. Turki, sekutu dekat Azerbaijan, berusaha memperluas pengaruhnya di Kaukasus dan Asia Tengah. Iran, yang berbatasan dengan kedua negara, khawatir tentang potensi ketidakstabilan di perbatasannya dan pengaruh Turki yang meningkat. Uni Eropa tertarik pada stabilitas kawasan untuk mengamankan pasokan energi alternatif dari Rusia.
Tantangan diplomatik termasuk menyeimbangkan kepentingan geopolitik yang bersaing ini sambil memfasilitasi resolusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak yang berkonflik.
Fakta Penting: Menurut data PBB, konflik Nagorno-Karabakh telah menewaskan lebih dari 30.000 orang sejak tahun 1988, dengan ribuan korban sipil. Perang 2020 saja menewaskan sekitar 6.500 tentara dan lebih dari 100 warga sipil dari kedua belah pihak.
Upaya Perdamaian Terkini (2023-2024)

Pertemuan pemimpin Armenia dan Azerbaijan dalam upaya normalisasi hubungan
Sejak akhir 2022, telah ada serangkaian pertemuan tingkat tinggi antara pemimpin Armenia dan Azerbaijan, difasilitasi oleh Uni Eropa, Rusia, dan Amerika Serikat. Pada Oktober 2023, setelah operasi militer Azerbaijan di Nagorno-Karabakh yang menyebabkan eksodus massal etnis Armenia, kedua negara telah mengindikasikan kesiapan untuk menandatangani perjanjian perdamaian.
Elemen-elemen kunci dalam negosiasi perdamaian saat ini meliputi:
- Delimitasi dan demarkasi perbatasan internasional antara Armenia dan Azerbaijan
- Pembukaan koridor transportasi regional, termasuk koridor Zangezur yang menghubungkan Azerbaijan dengan enklave Nakhchivan
- Normalisasi hubungan diplomatik dan ekonomi
- Perlindungan hak-hak etnis minoritas
- Penanganan isu pengungsi dan pemulangan
Tantangan signifikan tetap ada, termasuk ketidakpercayaan yang mendalam, trauma kolektif dari konflik berkepanjangan, dan kekhawatiran Armenia tentang keamanan nasionalnya setelah kehilangan Nagorno-Karabakh. Namun, ada tanda-tanda bahwa kedua belah pihak mungkin lebih siap untuk kompromi daripada sebelumnya.

Inisiatif dialog perdamaian lintas komunitas antara warga Armenia dan Azerbaijan
Selain diplomasi tingkat tinggi, berbagai inisiatif masyarakat sipil bekerja untuk membangun jembatan antara komunitas Armenia dan Azerbaijan. Program-program dialog, proyek jurnalisme kolaboratif, dan pertukaran budaya berusaha mengatasi narasi permusuhan dan membangun dasar untuk rekonsiliasi jangka panjang.
“Perdamaian yang berkelanjutan membutuhkan lebih dari sekadar perjanjian yang ditandatangani oleh para pemimpin. Dibutuhkan transformasi hubungan antara masyarakat dan penyembuhan luka masa lalu.”
Peta wilayah Nagorno-Karabakh dan daerah sekitarnya yang menunjukkan area konflik
Kesimpulan: Prospek Resolusi Damai

Simbol perdamaian mewakili harapan untuk resolusi konflik Nagorno-Karabakh
Konflik Nagorno-Karabakh telah mengalami perubahan fundamental sejak perang 2020 dan operasi militer Azerbaijan pada 2023. Realitas baru di lapangan telah mengubah dinamika negosiasi, dengan Armenia kehilangan kendali atas wilayah yang diperebutkan dan Azerbaijan berada dalam posisi yang lebih kuat.
Meskipun prospek perjanjian perdamaian formal lebih dekat daripada sebelumnya, tantangan substansial tetap ada. Rekonsiliasi sejati akan membutuhkan lebih dari sekadar perjanjian yang ditandatangani oleh para pemimpin. Dibutuhkan upaya jangka panjang untuk mengatasi trauma, membangun kepercayaan, dan menciptakan ruang bagi koeksistensi damai.
Peran komunitas internasional tetap penting dalam memfasilitasi dialog, menyediakan jaminan keamanan, dan mendukung rekonstruksi pasca-konflik. Pendekatan komprehensif yang menggabungkan diplomasi tingkat tinggi, dialog masyarakat sipil, dan kerja sama ekonomi menawarkan jalan terbaik menuju perdamaian berkelanjutan di wilayah yang telah lama dilanda konflik ini.
“Sejarah konflik Nagorno-Karabakh mengingatkan kita bahwa perdamaian bukan hanya ketiadaan perang, tetapi proses aktif membangun hubungan baru berdasarkan keadilan, pengakuan, dan rekonsiliasi.”
Dapatkan Pembaruan Terkini tentang Konflik Nagorno-Karabakh
Berlangganan newsletter kami untuk mendapatkan analisis terbaru, laporan perkembangan, dan wawasan mendalam tentang konflik Nagorno-Karabakh dan upaya perdamaian.